Wednesday, November 14, 2007

Garuda Suguhkan Kopi Gayo untuk Calon Jemaah Haji

BANDA ACEH–Garuda Indonesia menyiapkan dua pesawat Air Bus tipe 330 untuk mengangkut calon jamaah haji (CJH) Aceh. Pesawat dengan kapasitas muatan lebih dari 300 penumpang itu hanya satu digunakan untuk memberangkatkan jemaah haji, sedangkan satunya lagi tetap standby sebagai cadangan.

General Manager Garuda Banda Aceh, Banjari Suhardi mengatakan, dua pesawat garuda itu hingga saat ini masih berada di Jakarta, sambil menunggu keberangkatan perdana 17 November mendatang. Rencananya pesawat yang akan digunakan hanya satu unit, sementara satu unit lagi siaga di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta.

Dia menyebutkan, selama dalam perjalanan, para calon jamaah haji (CJH) akan mendapatkan jatah makan sebanyak 2 kali dan sekali snack (makanan ringan) dengan menu makanan bercirikan khas ke Acehan, yaitu Keumamah dan snack disuguhkan dengan kopi Gayo.

Dataran Tinggi Gayo Merupakan Perkebunan Kopi Terluas di Indonesia

Takengon – Pakar Ekonomi yang juga mantan Gubernur Aceh, Prof. DR. H. Syamsudin Mahmud menyatakan kualitas kopi Gayo yang telah dikenal di manca negera itu harus dapat terus dipertahankan. Karena dari segi cita rasanya, kopi Gayo memiliki prospek pasar yang cukup cerah.

Syamsuddin Mahmud yang mengadakan pertemuan silaturahmi dengan Bupati Aceh Tengah, Ir. H. Nasaruddin, MM Kamis (25/10) malam di Pendopo Takengon menyebutkan, areal perkebunan kopi di daerah dataran tinggi Gayo, kata mantan Gubernur Aceh priode 1993 - 2000 merupakan perkebunan kopi terluas di Indonesia, setelah Timor –Timor. Namun kini perkebunan kopi di Timor-Timor yang hanya 7000 herktar itu sudah tidak ada lagi.

Menurut Syamsuddin mahmud yang dalam usianya 73 tahun itu, namun masih tetap energik, tanaman kopi jenis arabica telah mulai dikembangkan oleh Belanda di Aceh Tengah pada tahun 1926. Malah, sekitar tahun 1976 Belanda mengirim dua orang guru besar yang merupakan pakar tanaman kopi yakni, Prof. Menez dan Prof. Boss, dari Rotterdam, untuk meneliti lebih jauh tanaman kopi yang ada di daerah seribu gunung ini.

Waktu itu kata Syamsuddin, ia baru kembali dari Belgia untuk mendampingi kedua ahli kopi untuk melakukan penelitian di Aceh Tengah. Dari hasil penelitian tersebut, tambah Syamsuddin, sekitar tahun 1983 hasil kerja sama Pemerintah Belanda dengan Aceh membangun pabrik processing kopi dengan nama LTA 77 yang berlokasi di Kampung Pondok Gajah, Kecamatan Bandar.

Program Belanda sendiri waktu itu adalah melakukan pembangunan jalan-jalan desa yang diidentifikasi sebagai sentral kopi, membangun pabrik pengolahan kopi basah, serta pembinaan petani kopi. Produksi kopi milik petani yang ditampung oleh LTA 77 yang selanjutnya diproses menjadi kopi biji kering dengan label Gayo Mountain Coffee. Selain biji kopi kering, perusahaan itu juga memproduksi bubuk kopi dengan label yang sama. “Nah label inilah yang harus kita pertahankan”, pinta Syamsuddin Mahmud.

Karena sejak hadirnya pabrik pengolahan kopi basah, nama kopi Gayo dikenal oleh negara-negara konsumen kopi dunia. Salah satu negara pertama sasaran eksport kopi Gayo adalah Jepang. Pihak perusahaan melalui Mitsui Company mengeksport kopi ke negara Sakura tersebut. Di pasaran di negara itu masih kata Syamsuddin, produk Gayo Mountain Coffee menduduki urutan kedua setelah Blue Mountain Coffee dari Jamaika. “Sebenarnya dari segi cita rasa dan aroma, Gayo Mountain Coffee lah yang paling enak”, sebut Syamsuddin.

Syamsuddin mengakui, dia sudah hampir tujuh tahun tidak mengunjungi kota dataran tinggi Gayo itu. Makanya, bila ia merasa rindu dengan Aceh Tengah, ia akan tetap teringat dengan kopi Gayo. Untuk Syamsudin Mahmud yang kini menetap di Jakarta, sealalu memesan kopi Gayo. Karena jasa-jasanya dalam merintis berdirinya Perusahaan Daerah Gernap Mupakat (PDGM), pihak perusahaan tersebut mengirimkan bubuk kopi untuk Pak Syam panggilan akrab Syamsuddin Mahmud dengan jenis bubuk kopi jenis Moca. “Sampai sekarang kan masih ada kopi jenis moca itu dikembangkan di perkebunan milik perusahaan itu”, tanya Syamsuddin.

Untuk itu Syamsuddin berkali-kali berharap agar label Gayo Mountain Coffee yang telah berhasil merebut pasaran tersebut dapat terus dipertahankan. Pak Syam kembali menceritakan pengalamannya dalam lawatan ke negara Swiss. Di negara tersebut para ahli kopi melakukan penelitian terhadap kopi organik setiap tahunnya.

Sisi lain Syamsudin menyatakan kekaguman terhadap potensi besar yang dimiliki oleh Aceh Tengah. Daerah negeri Peteri Bensu itu, tidak hanya dikenal sebagai kawasan lumbung kopi terbesar di Indonesia. Lebih dari itu, Syamsudin menggambarkan, alam Aceh Tengah seperti alamnya Swiss. Lahan yang subur dan potensi yang cukup besar itu sangat menjanjikan untuk kesejahteraan masyarakat setempat.

Menjawab harapan Syamsuddin Mahmud terhadap label Gayo Mountain Coffee, Bupati Aceh Tengah, Ir. H. Nasaruddin, MM yang ditanyai terpisah menyatakan, Pemda terus melakukan berbagai upaya untuk tetap mempertahankan nama sekaligus kualitas kopi Gayo. Menurut Nasaruddin, masukan-masukan yang disampaikan Syamsudin Mahmud yang memiliki banyak pengalaman baik dalam bidang pemerintahan maupun berbagai bidang lainnya, merupakan masukan berharga untuk kemajuan daerah itu.

Karena kata Nasaruddin, sumbangsih mantan Gubernur Aceh terhadap Aceh Tengah, khususnya dengan berdirinya PDGM sangat besar. Untuk itu meski apapun hambatan yang ada di PDGM, Pemda akan terus berupaya mencari jalan keluarnya. “Apa yang telah dirintis oleh Pak Syam harus terus kita pertahankan”, ujar Nasaruddin.

KBQB Ekspor Biji Kopi Gayo 392,7 Ton

TAKENGON-Koperasi Baitul Qirad Baburrayyan (KBQB) telah melakukan ekspor perdana kopi Gayo dengan total 392.700 kilogram ke berbagai negara di dunia. Dengan total perolehan uang Rp 12.579.651.900 atau setara (USD$ 1.372.107).

Sementara sejak priode Januari -Juni 2007, total ekspor kopi Gayo ke mancanegara mencapai 558.000 kilogram dengan total perolehan Rp 18.462.651.282 atau setara (USD$ 2.061.090) atau naik sekitar 30 persen. Demikian dikatakan Ketua Koperasi KBQ Baburrayyan, Rizwan Husein SE kepada koran ini kemarin.

Lebih lanjut dikatakannya, para petani kopi yag masuk sebagai anggota koperasinya dididik dan dibina daam hal budidaya kopi yang tidak memakai pupuk kimia. Pemupukan dilakukan dengan sistem pupuk kompos. Untuk itu semua produksi kopi milik petani yang tidak mempergunakan pupuk kimia ditampung langsung oleh KBQ Baburrayyan dengan harga yang sesuai dunia.

Untuk memotivasi para petani agar menghasilkan produk kopi organik, selain harga kopi, pihak KBQ Baburrayyan juga memberikan fee untuk masing-masing petani.

Untuk tahun 2006 jumlah premi atau fee yang diberikan kepada petani kata Rizwan Huseien tercatat sebesar Rp 4000.036.000. Sementara tahun 2007 diberikan sebesar Rp 800 juta. Dengan pemberian fee ini tambah Rizwan, para petani tetap bersemangat dan enerjik merawat kebun-kebun kopi mereka.

Saat menyerahkan fee kopi organik untuk sekitar 5000 orang petani, Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM juga berharap agar para petani terus merawat kebun kopinya secara organik. Karena harga pasaran kopi organik di pasaran dunia cukup menjanjikan.

Bentuk perhatian lain masih seperti yag dikatakan Rizwan Huseien, disamping memberikan fee, pihak KBQ Babrrayyan juga telah membantu rehabilitasi kebun petani. Hingga kini luas areal kebun kopi petani yang telah direhabilitasi tercatat seluas 392,3 hektar dengan jumlah bibit yang disalurkan sebanyak 588,412 batang.

Tidak hanya sampai di situ, pihak KBQ Babrrayyan juga memberikan jatah hidup (jadup) kepada petani yang kebunnya direhabilitasi. Jadup yang diberikan sudah tercatat sebanyak 26.005 kilo gram, peralatan kerja berupa parangh dan cangkul sebanyak 600 unit, mesin babat rumput sebanyak 291 unit.

Untuk mewujudkan harapan para pecanbdu kopi dunia terhadap kopi organik, pihak KBQ Baburrayyan akan terus melanjutkan program rehabilitasi kebun kopi milik petani. Karena KBQ Babrrayyan juga kini tela mempersiapkan bibit kopi sebanyak 3.361.588 juta batang.

Masih dirinci Rizwan Huseien, anggota Koperasi Baitul Qirad Baburrayyan saat ini tercatat sebanyak 5.432 orang. Dari jumlah itu dibagi dalam empat kelompok, yakni, Kelompok Swadaya Masyarakat 51 orang, Kelompok Karyawan 16 orang, Kelompok Petani Kopi Aceh Tengah sebanmyak 4.567 orang dan Kelompok petani kopi Bener Meriah 798 orang.(win)

Kopi Gayo Diekspor ke Singapura

TAKENGON-Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM, Sabtu (17/6) di Kampung Mongal, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, melepas keberangkatan tiga unit truk tronton berisi kopi gayo untuk diekspor ke Singapura melalui PT Indo Cafco Ecom Cofee Group.

Pelepasan kopi eksport tersebut, dihadiri Presiden Direktur, Oliver Techit, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan, Drs Said Abubakar MM, unsur Muspida dan sejumlah eksportir lokal.

Selain melepas keberangkatan kopi ekspor, pada kesempatan itu bupati juga meresmikan pengoperasian gedung Yayasan Kasih Sayang di Paya Tumpi I, Panti Asuhan Lenge dan Bebesen yang merupakan bantuan Indo Cafco. sekaligus menyerahkan bingkisan ke ketiga yayasan dari Indo Cafco.

Dalam kesemptan itu, Bupati berharap, agar ekspor ini terus berlanjut dan kepada seluruh eksportir untuk tidak merugikan masyarakat seperti mencampur kuwalitas ekspor dengan kopi hasil sortiran.

Karena, praktek ini dapat merugikan masyarakat juga keuntungannnya tidak halal. “Saya berharap kita semua menjaga kuwalitas kopi Gayo. Bekerjalah secara profesional dengan tidak mencammpur kopi berkuwalitas dengan yang tidak berkuwalitas. Karena kesempatan untuk itu terbuka lebar,” kata bupati.

Dalam kesempatan itu, kepada eksportir, bupati juga berharap agar memberikan bantuan bibit kopi kepada petani dengan jenis kopi yang diminati pasaran eksport.

"Jumlah petani di Aceh Tengah 54 ribu KK lebih , Indo Cafco baru membina 1000 KK petani. Jadi masih banyak petani kopi yang harus dibantu dan dibina ,” pinta bupati.

Bupati berharap agar para eksportir memperhatikan sosial kemasyarakatan sebagai salah satu kemitraan membina hubungan sosial. Kepada Indo Cafco, bupati juga berharap agar tidak melakukan praktek pencampuran kopi yang sudah disortir dengan pesel (kopi hasil buangan/sortiran dengan kualitas rendah).

Menurut bupati sangat penting demi menjaga kualitas kopi gayo yang banyak diminati pasaran luar negeri karena cita rasa dan aromanya yang khas.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Drs Said Abubakar menyebutkan, untuk mengurus SPEK sebagai salah satu persyaratan yang harus dimiliki para eksportir, sudah bisa dilakukan di Aceh Tengah.

Sementara yang menyangkut restribusi, khusus para eksportir tidak perlu lagi mebayar di Pos Restribusi di Bukit Sama milik Dispenda Aceh Tengah dan di Km 35, milik Dispenda Bener Meriah.
Selain Indo Cafco, puluhan eksportir lainnya saat ini bersaing mengeksport kopi gayo ke luar negeri. Kebanyakan kopi yang dieksport adalah jenis kopi organic yang disukai di pasar Amerika, Erofa, Jepang dan kini Singapura. (win)

Dirjen Teliti Sistim Pertanian Organik

TAKENGON-Direktorat Jendral Mutu dan Standarisasi Pengolahan dan Pemasaran Departemen Pertanian Republik Indonesia, akan melakukan penelitian sistim pertanian organic di Aceh Tengah.

DR L I Nyoman Oka Trijaya, MA PPL SC, Dirjen Mutu dan Standarisasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian menyatakan, "hasil penelitian ini nantinya akan menjadi acuan standar mutu Indonesia (SNI)," sebut Dirjen saat bertemu Bupati Aceh Tengah, Ir Nasaruddin MM, Kamis (2/8).

Dalam penelitian untuk kopi organik, Dirjen akan bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan kopi di Jember. “Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk meningkatkan produksi kopi Aceh Tengah dengan system organik."

Selain merlakukan penelitian, tim Dirjen ini akan melakukan peninjauan langsung ke perkebunan kopi milik daerah di Burni Bius dan prosesing kopi di Kampung Weh Nareh Kecamatan Pegasing.

I Nyoman berharap agar Aceh Tengah yang mayoritas penduduknya menggantungkan perekonomian mereka dengan berkebun kopi, perlu melihat Pulper (sistim Penggilingan Kopi) yang dibutuhkan oleh petani setempat).

Selain meneliti sistim perkebunan kopi secara organic, tim ini juga berjanji memberikan bantuan 10 unit mesin pengolahan tebu yang akan dijadikan gula merah pada kelompok tani di Kecamatan Ketol.
“Dalam penelitian ini, kita akan bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Aceh Tengah,” ujar I Nyoman Oka Trijaya.

Lebih lanjut dijelaskan Dirjen, khusus untuk sertifikasi lahan-lahan perkebunan , selama ini di Indonesia, untuk berbagai jenis komoditi perkebunan, seperti, Sawit, kopi, kakao, dilakukan oleh pihak luar negeri, yaitu dari SKAL, NASA, JAS ddan Fair Trade.

Sementara itu, ujar I Nyoman Oka, di Indonesia sendiri telah ada Lembaga Standar Mutu Indonesia (SNI). “Untuk itu SNI akan memverifikasi lembaga asing tersebut untuk bekerjasama dengan SNI," ujar I Nyoman Oka.

Sementara itu, Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin didampingi Kabag Humas, Drs Windi Darsa, kepada wartawan menyatakan, sangat mendukung rencana penelitian oleh Dirjen dari Deptan RI tersebut.
Dikatakan Nas, sebutan bupati, selama ini di Takengon sudah ada perusahaan asing yang menjalankan sistim pertanian kopi secara organic yang bekerjasam dengan koperasi Baitul Qirad Baburrayan.

Dengan sistim organic ini, kata bupati, mutu kopi asal Gayo tersebut tetap diminati oleh Negara-negara konsumen kopi di Ameriak, Erofa dan Jepang, yang sangat menyukai kopi organic Aceh Tengah.

Kepada tim yang dating ke dataran tinggi gayo, bupati menjelaskan, Aceh Tengah telah memiliki home industri yang mengolah kopi menjadi bubuk kopi. Namun home industri ini masih berskala kecil.

Sementara perusahaan yang ada baru mengeksport kopi kering ke luar negeri. Bukan kopi bubuk dalam kemasan. Menjawab tim pemasaran gula produksi petani tebu di Takengon, menurut bupati masih dipasarkan secara lokal pada pedagang luar daerah.(win)

Diserang Jamur Akar dan Penggerek Buah Kopi Gayo Kritis

REDELONG - Jamur akar dan hama penggerek buah menyerang tanaman kopi rakyat di Kabupaten Bener Meriah. Menurut data terkini, lebih 23 juta batang kopi dengan total luas 19.927 hektar diserang kedua jenis penyakit mematikan tersebut. Jika tak segera diantisipasi, kopi Gayo benar-benar kritis dan 90 persen masyarakatnya terancam hilang sumber pendapatan.

Berdasarkan data yang dihimpun Serambi, luas areal kebun kopi di Kabupaten Bener Meriah saat ini mencapai 37.816 hektar. Dari jumlah itu, serangan jamur akar terberat mencapai 861 hektare (1.033.464 batang), serangan sedang 3.481 hektare (4.177.260 batang), dan serangan ringan 8.856 hektare (10.627.236 batang). Menurut berbagai referensi, jamur akar yang dapat menyerang tanaman kopi adalah jamur berwarna putih, cokelat, hitam, dan merah. Akan tetapi jamur akar yang menyerang kopi di Bener Meriah umumnya warna putih.

Sedangkan hama penggerek buah, dihitung dari luas areal tanaman, juga terdiri dari bebarapa tingkatan. Serangan tergolong berat mencapai 4.957 hektare (5.948.508 batang), serangan sedang 1.340 hektare (1.608.468 batang), dan serangan ringan 432 hektare atau 5.192 batang.

Tingkat kerugian petani kopi Bener Meriah akibat serangan hama dalam dua tahun terakhir mencapai Rp 10 miliar dengan perkiraan setiap tahunnya menghasilkan biji kopi hijau (green coffee) sekitar 400 kilogram/hektare dikali harga jual terendah Rp 15.000/kilogram, sementara serangan hama jamur akar terberat mencapai 861,22 hektare. Kerugian itu akan semakin besar jika dihitung pada serangan sedang dan ringan.

Bupati Bener Meriah, Ir Tagore Abubakar, Jumat (3/8) kepada Serambi mengatakan, Pemkab Bener Meriah telah berupaya menanggulangi hal tersebut dengan menganjurkan petani untuk mengantisipasi jamur akar dengan menggunakan biofungisida (Trichoderma SP). Pemberian fungisida ini bertujuan untuk mencegah penularan jamur yang berlangsung cepat, dengan radius mencapai 20 meter.

Tagore yang ahli pertanian itu mengatakan, pengadaan Trichoderma SP saat ini sangat terbatas, mengingat luas lahan kopi di Kabupaten Bener Meriah sangat luas. Untuk itu, kata Tagore, pemkab berusaha mendapatkan bantuan dari Pusat melalui Dirjenbun untuk membuat laboratorium yang dapat memproduksi Tricohderma SP dengan jumlah banyak di Bener Meriah.

Solusi lainnya, lanjut Tagore, Pemkab Bener Meriah juga akan berupaya untuk mengadopsi sistem Proyek Rehabilitasi Perkebunan Tanaman Ekspor (PRPTE), sehingga kemungkinan besar, ribuan hektar kopi di Bener Meriah akan direhabilitasi dengan pola tanam ulang, setelah semua lahan dipastikan steril dari gangguan jamur akar.

Menurt data, luas kebun kopi di Bener Meriah tahun 2007 mencapai 37.816 hektare yang tersebar dalam tujuh kecamatan. Rinciannya, Kecamatan Pintu Rime Gayo 6.287 hektare, Timang Gajah 7.481,30 hektare, Wih Pesam 2.595 hektare, Bukit 2.634 hektare, Bandar 5.367 hektare, Permata 8.875 hektare, dan Kecamatan Syiah Utama 4.576 hektare.

Warisan konflik

Serangan jamur akar dan hama penggerek buah pada tanaman kopi di Bener Meriah benar-benar membuat petani kopi di kabupaten pemekaran Aceh Tengah tersebut terpukul. Apalagi berdasarkan pendapat sejumlah pakar pertanian yang pernah meneliti penyakit jamur akar, penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dan menyerang tanaman kopi hingga mati.

Seorang petani di Kecamatan Permata, Rasyidin Aman Muhamad, Jumat (3/7) mengatakan, sejak awal konflik, ribuan hektare kebun kopi di Kabupaten Bener Meriah tak terawat sehingga lahan kopi ditumbuhi gulma dengan jumlah banyak yang menyebabkan tanaman kopi menjadi terganggu. Lama kelamaan batang kopi berjamur diikuti dengan rontoknya daun yang akhirnya menyebabkan kopi menjadi kering-kerontang hingga akhirnnya mati, ujar Aman Muhammad.

Mengenai ancaman jamur akar, menurut Aman Muhammad, sebelumnya tidak pernah mengetahuinya. Petani hanya beranggapan bahwa kopi tersebut terpuruk akibat tidak pernah dirawat.

Akan tetapi, sejak Pemkab Bener Meriah menjelaskan tentang hal tersebut, petani mulai melakukan langkah-langkah yang dianjurkan pemerintah, antara lain dengan menggunakan biofungisida Trichoderma SP. Biofungisida ini ditaburkan pada tanah yang sebelmnya digali sedemikian rupa di sisi batang kopi. Mungkin juga karena lahan kopi ditumbuhi gulma, meransang jamur akar berkembang dengan cepat, begitu perkiraan Aman Muhammad.

Emergency

Bupati Bener Meriah, Tagore Abubakar mengatakan, kopi di daerahnya saat ini emergency (darurat). Hal ini dikaitkan dengan penularan penyakit jamur akar yang cukup cepat meliputi delapan batang kopi di sekitarnya, atau sekitar radius 20 meter dari batang kopi yang telah terserang jamur akar.

Penaburan biofungisida harus tetap digalakkan, karena meskipun dilakukan tanam ulang, tanah bekas tanaman kopi sebelumnya masih terkontaminasi jamur akar sehingga harus disterilkan terlebih dahulu, demikian keterangan Tagore .(c19)

Dewan Minta Genap Mufakat Diaudit

BANDA ACEH-Kalangan DPR Aceh meminta Gubernur Irwandi Yusuf mengaudit secara menyeluruh Perusahaan Daerah (PD) Genap Mufakat, mengingat tidak ada manfaatnya bagi masyarakat. Hasil penjualan ekspor dan lokal dari perusahaan yang dikucuri dana senilai Rp 3,9 miliar ini dilaporkan nihil.

“Dalam laporan keuangan perhitungan laba rugi per 31 Desember 2006 penjualan ekspor dan penjualan lokal dilaporkan nihil kecuali komisi/fee Rp 93,9 juta,” kata anggota DPRA Drs Zulkarnen dalam pemandangan umum anggota DPR terhadap nota perhitungan APBD 2006, kemarin.

Menurut anggota FPBB ini, pada tahun 2006 PD Genap Mufakat mendapat kucuran dana dari APBD Aceh sebesar Rp.3,9 miliar. Namun realisasi dana ditemukan kejanggalan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan baik.

Hal serupa juga dikemukakan Bustanul Arifin dan H Iskandar. Menurut mereka, perusahaan daerah yang sahamnya juga dimiliki oleh Holland Coffee dengan komposisi 70 – 30 persen itu, manajemennya perlu direformasi.

Anggota DPR A dari F Demokrat Jamaluddin T Muku menyebutkan selayaknya perusahaan daerah tersebut diserahkan saja pengelolaannya kepada pemerintah kabupaten Bener Meriah karena pemerintah setempat sudah siap mengelolanya.

“Selama ini PD Genap Meupakat hanya menjadi parasit yang menggerogoti APBA. Sudah beberapa kali ganti manajemen tidak ada yang becus,” tegasnya.

Ke depan, perusahaan ini diharapkan dapat bertindak sebagi lokomotif ekspor kopi arabika yang dihasilkan oleh para petani di dataran tinggi Gayo. Bukan oleh perusahaan lain dalam rangka menambah PAD. (fau)

Kembangkan Lagi Kopi Gayo

MEDAN - APED (Aceh Partnership for Economic Development Programe) sebuah LSM yang berbasis pembangunan ekonomi Aceh, Sabtu (9/6) lalu menggelar Pertemuan Forum Kopi Aceh IX Menuju Keunggulan yang Berdaya Saing, di Medan. Pertemuan yang turut dihadiri Bupati Aceh Tengah dan Bupati Bener Meriah itu dimaksudkan untuk membangkitkan kembali ketenaran kopi Gayo yang sempat terpuruk semasa konflik.

Dalam forum itu menampilkan lima pemakalah yaitu Kepala Bappeda Aceh Prof DR Abdul Rahman Lubis MSc, KADIN Aceh yang diwakili Qudus Arba, Ketua Bersama Forum Kopi Aceh Mustafa Ali, Asosiasi Eksportir Kopi Aceh TM Razali, dan Project Manager APED, M Madya Akbar.

Prof DR Abdul Rahman Lubis MSc dalam paparannya menyatakan, peran dan kedudukan forum kopi Aceh dalam membangun industri kopi yang kuat, sangat diharapkan bisa memberi kontribusi yang lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan Aceh. Kopi Gayo, katanya, memiliki nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia sehingga pengembangannya memerlukan keterpaduan unsur-unsur subsistem, mulai dari penyediaan produksi, budidaya sampai ke pemasaran hasil.

Bupati Bener Meriah Ir H Tagore Abubakar dalam forum itu menyatakan, secara fakta masyarakat petani sebagai pelaku langsung dari usaha perkebunan kopi, masih saja kurang begitu diuntungkan dengan berbagai kebijakan dan ulah segelintir pedagang. Menurut Tagore, para petani kopi menanam kopi hanya untuk sekedar menyambung hidup, karena terkadang tidak kuat menghadapi pasar. Padahal, permintaan pasar dunia semakin tinggi dan tuntutan akan kualitas juga terus meningkat.

Dalam pertemuan yang merupakan kelanjutan dari Forum Kopi Aceh VIII yang digelar di Aceh Tengah pada 30 Maret lalu itu disepakati untuk mewujudkan Aceh menjadi provinsi penghasil kopi terdepan APED akan membangun klaster kopi pada industri kopi di Bener Meriah dan Aceh Tengah dan berencana membangun klaster lainnya seperti coklat, kakao, peternakan sapi, karet, hingga budidaya tambak dan lainnya.(lau)

Kopi Gayo Pelengkap Pameran Foto di Jepang

Bertepatan dengan peringatan dua tahun tsunami hari ini (Selasa, 26/12), GBI (Graha Budaya Indonesia dan JAN (Japan Aceh Net) menggelar pameran foto tsunami di Tokyo, Jepang. Tak kurang dari 30 foto berwarna karya fotografer harian Serambi Indonesia dan 3 lukisan Mahdi Abdullah ikut hadir.

Seiichi Okawa, ketua pameran yang juga kepala biro sebuah stasiun TV swasta terkemuka dari Indonesia dalam rilisnya ke Serambi, Senin (25/12) menyatakan pameran foto ini sebagai ajang peringatan dua tahun tsunami akan dilaksanakan selama tiga hari, 26-29 Desember 2006. Menurut dia, warga internasional mulai melupakan bencana bersejarah itu.

Melalui ajang ini, katanya, orang-orang akan kembali mengingat betapa dahsyatnya tsunami yang telah menghantam Aceh. Selain foto dan lukisan, GBI dan JAN akan memamerkan pula berbagai jenis

produk sulaman (bordiran) khas Aceh, dan barang-barang yang lain asal Aceh, antara lain: CD, VCD, dan berbagai jenis kain tradisional Aceh.

Okawa mengatakan kopi Gayo akan melengkapi pameran foto itu sekaligus menghangatkan badan para pengunjung dalam musim salju ini yang sedang melanda Jepang. Dia menambahkan kerjasama GBI/JAN dengan Harian Serambi Indonesia bukanlah yang pertama kali.

Disebutkan, setengah bulan setelah terjadi bencana gempa/tsunami di NAD, juga digelar pameran foto bencana tsunami di lebih 20 tempat di dalam negeri Jepang pada periode Januari s/d Nopember 2005 dengan menampilkan foto-foto jurnalistik dari Serambi Indonesia dan GBI/JAN

Berkat pameran foto tersebut, ungkapnya, berhasil terkumpul sejumlah dana dari masyarakat Jepang. Dana ini dimanfaatkan untuk lomba mengambar, mengarang di Banda Aceh pada April-Mei 2005, juga untuk membuat buku “Tsunami Aceh Getarkan Dunia”, buku gambar “Nyawoung”, juga buku kumpulan sajak Aceh “Lagu Keluh”––

bekerjasama dengan Aliansi Sastrawan Aceh (ASA).
GBI menurut pengakuan Okawa, sedang merencanakan pameran budaya/produk Aceh pada April-Mei 2007 di Tokyo. Hal ini bertujuan memperkenalkan “wajah” Aceh melalui berbagai komoditi khas Aceh. “Nama Aceh sudah dikenal di seluruh dunia akibat bencana. Kini Aceh perlu memperlihatkan diri melalui berbagai potensi agar kian mandiri secara ekonomi” ujar Okawa.(tri)

Genap Mupakat Promosikan Kopi Organik

BANDA ACEH - Perusahaan Daerah (PD) Gunap Mupakat, salah satu perusahaan penampung kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, sejak Rabu hingga Minggu (20-24/12) mempromosikan “Kopi Gayo Organik” dalam Pagelaran Produksi Unggulan Indonesia yang berlangsung di Jakarta Cenvention Centre (JCC).

Direktur Utama PD Genap Mupakat, Ir H Taufiq MS SU dalam rilis yang dikirim ke Serambi kemarin menyatakan, kopi organik yang dipromosikan itu berupa bubuk kopi “Gayo Coffe”, dan biji kopi siap ekspor.

Dikatakannya, kopi yang dihasilkan oleh masyarakat di dataran tinggi Gayo (Aceh Tengah dan Bener Meriah) adalah kopi yang dibudidayakan dengan sistem ramah lingkungan, bebas pestisida dan bahan kimia lainnya. “Karena itu Kopi Gayo Organik sangat digemari oleh masyarakat internasional,” katanya.

Kecuali PD Genap Mupakat, beberapa perusahaan yang berasal dari Aceh lainnya juga turut berpartisipasi dalam pagelaran yang diikuti oleh sekitar 200 perusahaan lokal dari seluruh provinsi di Indonsia. Diantara perusahaan asal Aceh adalah UD Ridha Utama (Aceh Selatan) yang mempromosikan hasil home indutry berupa Syrop Pala dan Manisan Pala.

Selain itu, Usaha Dendeng Aceh (Banda Aceh) yang mempromosikan dendeng merk Dendeng Aceh Seulawah. Juga Ayu Bordir and Designer yang mempromosikan karya bordir khas Aceh, dan handicraft khas Aceh. Dan PT Tenaga Tani Farma (Banda Aceh/Jakarta), mempromosikan jamu Aceh yang sudah terkenal ke manca negara.

Taufiq menghimbau perusahaan-perusahaan lain yang ada di Aceh hendaknya ikut juga berpromosi seperti ini agar produknya bisa dikenal, disayang, dan dicari oleh konsumen. Pagelaran Produksi Unggulan Indonesia ini diresmikan oleh Menteri Perdagangan RI, Marie Elka Pangestu.(usb)

Kopi Gayo Rp 800.000/kg di Tokyo

BANDA ACEH - Kepala BKPMD NAD, Ir T Zainoel Arifin TP Polem, Senin (4/12) mengatakan harga jual kopi produksi PT Geunap Meupakat, Bener Meriah mencapai Rp 800.000/kg. Hal ini diketahui dalam pameran investasi Indonesia yang dibuka oleh BKPM Pusat, Muhammad Luthfi di Shinagawa Convention Centre, Tokyo, akhir bulan lalu.

Zainoel mengatakan pada hari pertama pameran, 29 Nopember 2006, stand Aceh banyak mendapat perhatian dari para pengunjung, termasuk Hiro Nori Yamamoto, seorang pengusaha Jepang. Disebutkan, Yamamoto yang memiliki pabrik pengolahan kopi di Cina dan Jepang direncanakan akan mengunjungi Aceh pada bulan ini. “Pengusaha Jepang ini sangat tertarik dengan kopi dataran tinggi Gayo dan akan mengadakan pertemuan dengan para petinggi PT Geunap Meupakat untuk membahas kerjasama pengolahan kopi, khususnya jenis arabica” jelas Zainoel. Dia berharap, peluang ini harus disambut dengan baik oleh perusahaan milik daerah tersebut.

“Untuk mengundang investor datang ke Aceh, bukan sebuah pekerjaan mudah, tapi harus melalui berbagai tantangan, seperti mengikuti berbagai pameran di luar negeri. Tapi, berbagai komoditi unggulan harus juga dipamerkan agar para investor tersebut yakin dan percaya,” tuturnya.

Diharapkan, kerjasama itu akan memberi peluang usaha lebih besar lagi kepada para petani kopi Bener Meriah dan Aceh Tengah serta Aceh umumnya. Pameran tersebut yang telah berakhir pada Sabtu (2/12) lalu, juga mengikutsertakan tim kesenian tarian Saman Aceh yang mendapat sambutan luar biasa dari para pengunjung pameran, tandas mantan Kadistan dan TPH NAD itu.(muh)

Pasca Tsunami, Kopi Gayo Semakin Mendunia

TAKENGON – Mantan Gubernur Aceh, Mustafa Abubakar, Minggu (30/4) mengatakan, pasca musibah gempa dan tsunami yang melanda Tanah Rencong, 26 Desember 2004 lalu, nama kopi Gayo semakin mendunia. Kopi ini merupakan bubuk kopi terbaik di Indonesia bahkan di dunia. Namun, selama ini kurang dikenal di pasaran kopi internasional.

Pasca tsunami, mata dunia melihat Aceh yang porak-poranda dan mereka juga melihat sejumlah potensi dan sumberdaya alam di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kopi Gayo dikenal punya cita rasa yang khas dibandingkan dengan kopi lain di Indonesia seperti kopi Mandailing dan Lintong di Sumatera Utara dan kopi Toraja di Sulawesi Selatan.

Untuk itu, Mustafa Abubakar mengharapkan para petani memafaatkan momen tersebut untuk menjalin kerjasama ekspor kopi dengan negara lain. Mustafa Abubakar tiba di kilometer 60, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah kemarin untuk menghadiri peletakan batu pertama pembangunan rumah korban konflik di daerah itu.

Dikatakan, kopi Gayo banyak dikonsumsi masyarakat dunia, namun produk kopi tersebut tidak memakai nama Gayo, tetapi menggunakan kemasan dan merek lain sehingga sangat merugikan petani Gayo. Oleh karena itu, kata Mustafa, diperlukan promosi yang gencar untuk mengembalikan nama Kopi Gayo di pasaran internasional. Untuk rehabilitasi dan rekontruksi Aceh pasca tsunami, uang mengalir ke Aceh tiap bulannya mencapai 2 triliun lebih dan selama setahun tidak kurang 20 triliun uang yang beredar di Provinsi Aceh.

Untuk itu, diperlukan kejelian kita agar uang sebanyak itu dapat dimamfaatkan untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat di daerah ini. Selain komoditi andalan kopi, Aceh Tengah dan Bener Meriah juga potensial komoditi hortikultura lain seperti tomat, kentang, kol, cabe, dan sayur-sayuran lainnya. Melihat potensi alam di dataran tinggi Gayo, Mustafa Abubakar menganjurkan untuk mengembangkan budidaya bunga potong untuk diperdagangkan ke luar daerah.

Manajemen Geunap Mupakat Perlu Diganti

BANDA ACEH - Manajemen PD Geunap Mupakat harus segera diganti agar kelangsungan perusahaan milik daerah ini dapat berlanjut, karena kondisi saat ini hampir mati suri. Pemda NAD sebagai pemilik saham terbesar harus segera mengaudit perusahaan ini, baik rasio keuangan maupun manajemennya secara transparan dan diumumkan kepada publik.

Demikian dikatakan salah seorang anggota Fraksi PAN DPRD NAD asal pemilihan Aceh Tengah, Hj Ismaniar SE, Jumat (10/12). Menurut dia, kelangsungan perusahaan ini lalu harus tetap dijaga karena komoditi kopi Gayo sudah dikenal di kawasan Eropa dan Amerika sebagai tujuan ekspor negara utama. Apalagi, masalah utang perusahaan ini belum juga diselesaikan karena manajemen perusahaan belum mampu melakukan perundingan dengan Holland Coffee dari Belanda tentang harga kopi.

Karena, selama ini, disinyalir, pihak manajemen hanya menuruti keinginan Holland Coffee dalam berbagai bentuk kebijakan, terutama harga. “Diperkirakan, utang PD Geunap Mupakat mencapai Rp 11 milyar,” katanya. Melihat angka ini, sungguh sangat memprihatinkan. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, anggaran dari Provinsi NAD selalu dialokasikan ke perusahaan ini. Pada tahun 2003 lalu, telah dialokasikan dana sebesar Rp 2,55 milyar dan dilanjutkan pada tahun 2004 sebanyak Rp 5 milyar.

Walaupun demikian, ujarnya, masalah ini tidak perlu diperpanjang asal manajemennya diganti. Artinya, masalah utang diselesaikan melalui sebuah jalur tersendiri. Sehingga, roda perusahaan tidak terganggu dengan berbagai persoalan yang telah membuat PD Geunap Mupakat hampir bangkrut, katanya. Selain itu, dengan hidupnya roda perusahaan, pendapatan petani kopi juga akan terangkat. Apalagi, PD Geunap Mupakat mampu melakukan negoisasi harga dengan pihak luar, terutama Holland Coffee yang memiliki saham di perusahaan tersebut. Hal ini pernah dilakukan oleh Manajer PD Geunap Mupakat asal Belanda, A Hijboer.

A Hijboer hanya menjabat tugas tersebut selama 6 bulan, yakni dari Oktober 1997 sampai Maret 1998. Saat itu, PD Geunap Mupakat mampu menghasilkan omzet sebanyak Rp 53 milyar. Namun, setelah Hijboer disingkirkan, perusahaan ini mulai terombang-ambing dan sedang menuju kehancuran. Sementara, T Zarmansyah salah seorang konsultan dari SKAL Belanda pernah mengungkapkan produksi kopi di Aceh Tengah terus turun dari tahun ke tahun. Hal ini akibat lahan kopi banyak yang tidak produktif lagi karena sudah lama ditinggalkan pemiliknya dan harus segera direhabilitasi.

Padahal, Aceh Tengah (termasuk Kabupaten Bener Meriah) merupakan salah satu lumbung kopi di Asia Tenggara. Lahan perkebunannya murni dikelola oleh rakyat. Berbeda dengan di daerah lain yang dimiliki oleh pengusaha. Komoditi kopi merupakan tumpuan hidup rakyat Tanah Gayo. Pendapatan asli daerah sebesar Rp 5 milyar, 60 persen di antaranya dari produksi kopi.

Permintaan pasaran dunia terhadap kopi Arabika yang ditanam di Aceh Tengah cukup tinggi. Tapi, sejak konflik meluas ke Aceh Tengah, sebanyak 35.000 ha lahan kopi telantar ditinggal petani dari total 72 ribu lahan kopi. Kopi Gayo (jenis kopi arabika terbaik) diimpor menjadi Gayo Mountain Coffee yang pasar ekspornya Amerika, Jepang, dan Eropa.(muh)