Friday, January 25, 2008

Holland Coffee Larang Gunakan Label Kopi Gayo

JAKARTA: Holland Coffee, perusahaan dari Belanda, diketahui mengajukan protes kepada perusahaan kopi Arvis Sanada berkaitan dengan penggunaan kata Gayo pada label produk kopi yang diekspor ke pasar Belanda.

M. Sadarsah, pemilik CV Arvis Sanada, mengemukakan surat protes tersebut dilayangkan oleh pengusaha Belanda itu sejak dua bulan lalu. "Holand Coffee meminta kami tidak menggunakan kata Gayo pada label produk kopi yang dipasarkan ke Belanda," ujar pengusaha dari Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam.

Pihaknya hingga kini tidak menghiraukan protes itu, meskipun mereka mengancam akan menempuh jalur hukum.

"Saya membandel. Saya terus ekspor kopi ke Belanda menggunakan merek Sumatra Arabica Gayo."

Holland Coffee, katanya, melarang penggunaan kata Gayo dengan alasan mereka sudah mendaftarkan Kopi Gayo sebagai merek dagang di Belanda dan beberapa negara.

Pihaknya sudah membicarakan masalah protes dari Belanda tersebut kepada pemerintah setempat dan organisasi Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia.

Menurut dia, Arvis Sanada lebih berhak menggunakan kata Gayo pada label kopi bila dibandingkan dengan perusahaan Belanda Holland Coffee.

Holland Coffee, ujarnya, menyarankan kepada CV Arvis Sanada untuk menghilangkan kata Gayo pada label produk dan mengganti dengan kata Mandailing. "Saya tidak mau. Saya akan tetap menggunakan kata Gayo pada label produk itu, meskipun mereka akan menuntut saya," ujarnya.

Arvis Sanada mengekspor kopi ke Belanda sekitar 10 kontainer setiap bulan. Kopi Gayo memiliki karakteristik khas dan sudah terkenal di luar negeri.

Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual mengemukakan kopi Gayo tidak bisa didaftarkan sebagai merek dagang karena merupakan indikasi geografis.

Pendaftaran merek kopi Gayo di Belanda, menurut dia, bisa dibatalkan dengan catatan pengusaha kopi yang tergabung di daerah setempat mendaftarkan kopi gayo sebagai indikasi geografis.

Oleh Suwantin Oemar
Bisnis Indonesia

Friday, January 11, 2008

Kopi Gayo didaftarkan oleh Belanda

JAKARTA: Kopi Gayo diketahui didaftarkan oleh pengusaha Belanda sebagai merek dagang di Belanda, sehingga eksportir kopi dari Daerah Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam, tidak bisa mengekspor komoditas itu dengan menggunakan merek Gayo.

Menurut Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual, pendaftaran merek Kopi Gayo di Belanda itu diketahui dalam pertemuan dengan pengusaha kopi di Nanggroe Aceh Darussalam, belum lama ini.

Pengusaha, ujarnya, tidak bisa mengekspor kopi menggunakan merek Gayo untuk masuk ke Belanda. "Pernah pengusaha mencoba mengekspor kopi menggunakan merek Gayo tahun lalu, tapi tidak boleh masuk ke Belanda," ujar Saky pada acara diskusi terbatas bertema Perlindungan indikasi geografis, kemarin.

Jika pengusaha mengekspor kopi asal Gayo ke Belanda, katanya, terpaksa dengan cara tidak menggunakan merek, tapi komoditas itu dihargai jauh di bawah harga pasar.

"Kopi menggunakan merek Gayo dari Indonesia tidak boleh langsung dipasarkan ke konsumen tanpa izin dari pemilik merek Kopi Gayo."

Kopi Gayo, ujar Saki, memiliki karakteristik dan ciri khas, berbeda dengan kopi yang ditanam di tempat lain. "Kopi Gayo disukai oleh konsumen di Belanda."

Selain Kopi Gayo, Kopi Toraja juga diketahui sudah didaftarkan sebagai merek dagang oleh pengusaha di Jepang. Rugikan eksportir

Pendaftaran indikasi geografis sebagai merek dagang dinilai merugikan pengusaha yang berasal dari daerah yang bersangkutan bila mereka ingin mengekspor komoditas itu ke Jepang atau ke Belanda.

Kopi Gayo berpotensi didaftarkan sebagai produk indikasi geografis karena unik dan memiliki karakteristik. "Ditjen Hak Kekayaan Intelektual sudah bisa menerima pendaftaran indikasi geografis," ujar Elizar Darmanto, Kasubdit Indikasi Geografis Direktorat Merek.

Pendaftaran indikasi geografis bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap produk yang bersangkutan.

Bila ada pihak lain menggunakan indikasi geografis, padahal dia bukan berasal dari wilayah yang sudah ditentukan, maka mereka bisa dituntut.

Sekadar contoh, pengusaha kopi di Makassar tidak boleh menggunakan kata Kopi Toraja untuk produk kopi yang ditanam di wilayah Makassar. Kata Kopi Toraja adalah hak eksklusif dari masyarakat Tana Toraja.

Elizar mengemukakan pemerintah kini terus melakukan sosialisasi kepada daerah yang berpotensi supaya masyarakatnya mau mendaftarkan produk berindikasi geografis.

Menurut dia, banyak hasil pertanian, produk olahan dan hasil kerajinan yang berpotensi didaftarkan sebagai produk indikasi geografis, misalnya lada lampung, tembakau deli, beras cianjur, salak pondoh, markisa medan, markisa makassar, mangga indramayu, kopi toraja dan lain-lain.

Perkembangan indikasi geografis di Indonesia, ujarnya, masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lain. "Di Thailand, telor asin saja didaftarkan sebagai produk indikasi geografis. Indonesia juga memiliki telor asin asal Brebes yang sudah tekenal." ujarnya. (suwantin.oemar@bisnis.co.id)

Perbedaan Kopi Arabika & Robusta

Jenis varietas kopi di dunia ada 40 Jenis, terdapat dua jenis kopi utama yang paling banyak diperdagangkan, yaitu:

Kopi Arabika,
hampir 75% produksi kopi di dunia merupakan kopi jenis ini (Indonesia menyumbang 10% dari jumlah tersebut).

Kopi Robusta,
diproduksi sekitar 25% produksi dunia. Dari jumlah tersebut, Indonesia menyumbang 90%.

Berikut Perbedaan antara Kopi Arabika dan Robusta



Sumber: ICO