Wednesday, December 28, 2011

Eksportir Bersaing Dapatkan Kopi Arabika

TAKENGON - Produksi kopi Arabika di dataran tinggi Gayo yang belum memasuki masa panen, tetap menjadi incaran para eksportir untuk mendapatkan komoditi andalan itu untuk diekspor. Hasil produksi kopi Aceh dan Sumatera per tahun mencapai 60 ribu ton, namun belum sesuai jika dibandingkan jumlah eksportir kopi di Aceh dan Sumatera yang mencapai 67 perusahaan.

“Kalau dibagi, rata-rata per tahun, satu eksportir kopi arabika Gayo hanya bisa mengekspor komoditi unggulan di Gayo ini ke luar negeri sekitar 1.000 ton,” ujar Internal Management Sistem Koperasi Permata Gayo, Bener Meriah, Djumhur, Sabtu (24/12) di Takengon. Dia menyebutkan jumlah itu belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen di luar negeri, sehingga terjadi kompetisi harga.

Dia mencontohkan, harga kopi merah gelondong (cherry) mulai naik sekitar Rp 105.000 hingga Rp 120.000 per kaleng (12 kg). Kopi gabah, Rp 27.000 sampai Rp 30.000 per bambu (1,2 kg) dan untuk kopi hijau (green bean) antara Rp 50.000 sampai dengan Rp 60.000 per kilogram. “Harga ini, kemungkinan akan bertahan hingga awal musim panen di bulan pebruari,” jelas Djumhur.

Menurutnya, menurunnya hasil produksi kopi saat ini, selain memang belum memasuki masa panen, juga disebabkan beberapa faktor lain seperti pengaruh cuaca, hama dan cara perawatan yang kurang maksimal. “Tetapi, permintaan konsumen luar negeri tetap tinggi untuk kopi Aceh dan Sumatera, khususnya kopi arabika Gayo,” pungkas Internal Management Sistem Koperasi Permata Gayo ini.(c35)

Sumber: Serambinews.com

Kopi Arabika Gayo Ditunggu 67 Eksportir

SERAMBINEWS.COM, TAKENGON – Hasil produksi kopi pertahun untuk Aceh dan Sumatera, mencapai 60 ribu ton lebih pertahun. Namun jumlah itu, belum setimpal jika dibandingkan dengan banyaknya eksportir yang bergerak di bidang kopi di Aceh dan Sumatera yang mencapai 67 perusahaan. Apalagi dalam kondisi saat ini, hasil produksi kopi arabika Gayo mulai berkurang seiring belum masuknya masa panen.

“Kalau dibagi, rata-rata pertahunnya satu eksportir kopi arabika Gayo hanya bisa mengekspor komoditi unggulan di Gayo ini ke luar negeri sekitar 1.000 ton. Jumlah itu, masih terbilang belum begitu besar untuk memenuhi kebutuhan konsumen di luar negeri, sehingga terjadi kompetisi harga serta kopi arabika Gayo memang sangat ditunggu oleh 67 eksportir ini,” kata Internal Management Sistem Koperasi Permata Gayo, Bener Meriah, Djumhur kepada Serambinews.com Sabtu (24/12/2011) di Takengon.

Dikatakan, belum seimbangnya antara jumlah eksportir dengan tingkat produksi kopi arabika Gayo, sehingga terjadi persaingan dan kompetisi harga. Dalam kondisi seperti ini di tingkat petani kopi akan diuntungkan karena tingkat penjualan kopi arabika mulai membaik. “Buktinya, sekarang harga kopi kan lumayan tinggi. Tapi barangnya justru berkurang sehingga untuk mendapatkan barang terjadi persaingan harga. Tentunya persaingan harga tersebut berdampak baik bagi petani kopi,” kata Djumhur.

Ia mencontohkan, untuk harga kopi merah gelondong (cherry) mulai naik sekitar Rp 105 ribu hingga Rp 120 ribu, perkalengnya (12 kg). Kopi gabah, Rp 27 hingga Rp 30 ribu perbambunya (1,2 kg) dan untuk kopi hijau (green bean) berkisar antara Rp 50 sampai dengan Rp 60 ribu perkilogram. “Harga ini, kemungkinan akan bertahan hingga awal musim panen nantinya di bulan pebruari,” jelas Djumhur.

Menurutnya, menurunnya hasil produksi kopi saat ini, selain memang belum memasuki masa panen, juga disebabkan beberapa faktor lain seperti pengaruh cuaca, hama dan cara perawatan yang kurang maksimal. “Nah sementara, permintaan konsumen luar negeri cukup tinggi untuk kopi Aceh dan Sumatera, khususnya kopi arabika Gayo. Melihat kondisi itu, otomatis harga juga akan menjadi baik,” pungkas Internal Management Sistem Koperasi Permata Gayo ini. (Laporan Mahyadi, SERAMBINEWS.COM)

Amerika Akan Bina Petani Kopi Gayo

TAKENGON - Badan sertifikasi kopi asal Amerika Serikat, Fair Trade USA menjajaki komoditi kopi di dataran tinggi Gayo. Penjajakan ini dilakukan menyusul adanya rencana Fair Trade AS melakukan kegiatan pembinaan terhadap petani, koperasi dan eksportir yang telah bersertifikat fair trade di Sumatera.

“Baru-baru ini, tiga orang dari Fair Trade USA telah melakukan sosialisasi dan peninjaun langsung ke daerah penghasil kopi ini. Termasuk bertemu dengan para produsen dan beberapa koperasi kopi yang ada di Kabupaten Aceh Tengah,” kata Freelance Consultan Fair Trade, Mahadin Gantara, kepada Serambi, di Takengon, Minggu (18/12).

Dikatakan, jika program fair trade AS mulai berjalan akan fokus kepada empat bidang, yakni soal sertifikasi fair trade, peningkatan kualitas dan kuantitas, pembangunan kapasitas bisnis dan hubungan pasar, serta akses modal. “Intinya tujuan mereka kemari ingin memberdayakan masyarakat petani kopi tentunya yang telah memiliki sertifikat fair trade,” papar Mahadin.

Lebih lanjut dikatakan, beberapa badan sertifikasi kopi Internasional yang sudah cukup dikenal dan telah eksis sejak lama seperti Fair Trade Jerman. Namun dengan kehadiran fair trade Amerika Serikat ini, sistem sertifikasi yang telah ada tidak akan terganggu. “Kehadiran fair trade AS ini, nantinya akan mempermudah akses pemasaran kopi arabika di AS,” ujar Mahadin.

Menurut Mahadin, kebutuhan kopi di AS, sekitar 75 persennya merupakan kopi arabika gayo, sehingga para konsumen di negara besar itu, membentuk fair trade Amerika Serikat mengikuti jejak Fair Trade Jerman yang telah berhasil memberdayakan petani kopi di Gayo. “Nah para konsumen di negara AS ini, juga berkeinginan untuk memberdayakan petani di Gayo sehingga membuat sebuah organisasi yaitu fair trade AS,” ungkap Mahadin.

Beberapa personel fair trade AS yang selama sepekan berada di Aceh Tengah, melakukan penjajakan di antaranya Miguel Zamora (Producer Relations and Inovation Director), Ben Schmerler (Senior Manager Coffee Supply Chain Services), dan Laura ANN Sweitzer (Coffee Project Manager). “Selain kopi, mereka juga mengakui terkesan dengan potensi wisata yang ada di Aceh Tengah,” pungkas Freelance Consultan Fair Trade ini. (c35)

Sumber: aceh.tribunnews.com