Friday, December 07, 2012

Mengenal Biji Kopi dengan Kualitas Spesial

Nurul Fajri | The Globe Journal

Banda Aceh – Kualitas kopi takkan sempurna bila dinilai dari penampilan dan aroma semata saat dihidangkan di atas meja. Mengenal biji kopi merupakan langkah awal mendapatkan seduhan kopi dengan kualitas istimewa.

Ketua Gayo Cupper Team, Mahdi kepada The Globe Journal Jum’at (2/11/2012) berbagi cerita mengenai upaya mendeteksi biji kopi berkualitas. Pada dasarnya sebagaimana standar penilaian kualitas biji kopi, perbandingan keistimewaannya dikategorikan dalam enam kelas. Ke-enam kelas tersebut yakni Super Premium Speciality, Premium Speciality, Speciality, Premium, Usual Good Quality, dan Averange Quality.

Aceh sebagai penghasil biji kopi Arabica dan Robusta di Dataran Tinggi Gayo berada dalam kelas Speciality. Penentuan kelas kopi Aceh ini dilakukan secara resmi oleh lembaga terkait. Secara umum, Mahdi menyebutkan beberapa poin penilaian itu semisal penilaian citarasa kopi (cupping) yang mencapai angka minimal 80.

“Ada standar untuk menentukan kopi jenis speciality. Skor cuppingnya minimal 80, keseragaman biji kopi sebesar 95%, kadar air dalam biji maksimal 12,5%,” jelas Mahdi.

Tidak hanya itu saja. Bagus dan tidaknya biji kopi juga ditentukan oleh warna biji tersebut. Bilamana saat proses penggongsengan (roasting) biji kopi tidak berwarna hitam atau tetap berwarna coklat (quaker), maka kualitas kopi itu dikategorikan tidak bagus.

Di lain hal, proses pengolahan pascapanen memberikan pengaruh yang besar akan peningkatan kualitas biji kopi. Biji kopi matang yang dipanen mesti dibersihkan dan dikeringkan dengan baik. Nah, jangan sampai tidak! [005]

Kopi Gayo dan Perubahan Iklim

Tanaman kopi dapat berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim, bagaimana caranya?

Oleh  Saodah Lubis

Para penikmat kopi pasti mengenal Kopi Gayo. Karena  selain sebuah trade mark kopi Arabica berkualitas. Kopi yang berasal dari Dataran Tinggin Gayo Aceh ini sudah dikenal sejak abad 17.  Padahal kopi, bukanlah tanaman asli Indonesia, tanaman ini dibawa oleh kolonial Belanda melalui korporasi VoC  ke Indonesia pada tahun 1699 dan dibudidayakan di Pulau Jawa.

Namun setelah itu mulai dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia antara lain, di  Pulau Sumatera seperti Mandailing, Dairi dan  di Dataran Tinggi Gayo. Di dataran Tinggi Gayo tanaman ini  mulai dikembangkan pada tahun 1924. Kopi berasal dari Afrika, dimana pada mulanya tanaman ini adalah tanaman hutan yang hidup secara liar.

Namun saat ini hampir semua orang mengenal tanaman kopi. Tercatat ada empat  juta orang manusia yang meminum kopi per detik. Menu kopi disajikan untuk menghangatkan suasana dingin, penghalau rasa antuk dan menciptakan kehangatan tubuh. 

Adapun kopi arabika dari dataran Tinggi Gayo, telah  dikenal dunia karena memiliki citarasa khas dengan ciri utama antara lain aroma dan perisa  yang kompleks dan kekentalan yang  kuat.  International Conference on Coffee Science, Bali, Oktober 2010 menominasikan kopi Dataran Tinggi Gayo ini sebagai the Best No 1, dibanding kopi arabika yang berasal dari tempat lain.

Kopi Gayo  dari Aceh
Dataran Tinggi Gayo merupakan penghasil kopi Arabika terluas di Indonesia. Lahan yang ditanam di kopi dikawasan ini mencakup  46.493 ha, dengan jumlah petani kopi lebih dari 20.000  KK, dan setiap tahun jumlahnya terus meningkat.

Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah pegunungan dengan kondisi tanah yang subur, dan iklim tropika basah, sehingga menghasilkan kopi yang  memiliki cita rasa tersendiri, sehingga terkenal ke mancanegara.

Ada dua jenis tanaman kopi  yang tumbuh di Kabupaten Aceh Tengah yaitu kopi Arabika yang tumbuh hanya pada ketinggian diatas 800 m dpl,  dan kopi Robusta yang tumbuh baik pada dataran rendah.  Ke dua kopi ini memiliki cita rasa yang berbeda dan biasanya orang yang sudah terbiasa dengan kopi robusta tidak akan menyukai kopi Arabika.

Sebagai contoh di Propinsi Aceh terkenal kopi Ulhee Kareng, dimana kopi yang dijual adalah jenis robusta.  Karena itu pada umumnya masyakarat di Banda Aceh atau daerah pesisir  lebih mengenal cita rasa kopi robusta.

Sedangkan kopi Arabika lebih banyak di ekspor ke Amerika, Europa, Jepang dan berbagai negara lainnya. Walaupun penikmat kopi tentunya akan menyukai cita rasa kopi ini. Salah satunya adalah gerai khas kopi Starbucks yang terkenal.   Para penikmat kopi akan sangat mengenal kualitas kopi strabucks, selain kualitas yang baik juga dengan harga yang hanya bisa dijangkau oleh kalangan menengah ke atas.

Kopi dan Perubahan Iklim
Pembukaan lahan untuk perkebunan kopi akibat sebagai dampak animo masyarakat yang menggemari kopi, ternyata ada kaitannya dengan perubahan iklim. Berdasarkan hasil survei dari Conservation International pada tahun 2009, bahwa petani kopi telah memperluas kebun-kebun mereka pada kawasan hutan.

Aryos Nevada, melaporkan bahwa penyebab tertinggi deforestasi di kabupaten Aceh Tengah adalah disebabkan oleh perluasan kebun kopi masyarakat ke dalam kawasan hutan.  Hal ini didukung pula dengan wawancara dengan masyarakat petani kopi bahwa mereka melakukan peluasan kebun kopi disebabkan setelah 5-6 tahun pohon kopi berproduksi maka produksinya akan menurun sangat tajam hanya mencapai 40- 60 %.  Oleh karena itu masyarakat mencari lahan baru untuk perluasan kebun kopi, tentunya kawasan hutan.

BACA JUGA : Kopi Konservasi

Salah satu upaya untuk mengurangi deforestasi terhadap hutan sekaligus juga untuk menyelamatkan hutan di dataran tinggi gayo adalah mengubah pola tanam kopi yaitu dari monokultur menjadi heterokultur  yang dikenal sebagai agroforestry.

Selama ini masyarakat memang menanam kopi secara tumpang sari, namun tanaman selanya adalah dengan tanaman semusim ketika pohon kopi masih kecil.  Sedangkan pohon pelindung yang umum digunakan adalah jenis lamtoro, yang secara ekonomi tidak memberikan nilai tambah.

Seperti diketahui bahwa kopi pada awalnya adalah tumbuh di kawasan hutan pada daerah ketinggian, maka sudah selayaknya kondisi ini kita kembalikan, yaitu dengan membuat kebun kopi yang mix-culture yaitu menumbukan bermacam jenis pohon pelindung yang bermanfaat secara ekonomi dan diselingi dengan tanaman semusim seperti cabe.  Di Kabupaten Aceh Tengah pola agroforestri di gunakan sejak lama, selain lamtoro, juga ditanam, jeruk, alpokat, nangka dan tanaman  pohon lainnya.

LEBIH LANJUT : Kopi Aceh Selamatkan Lingkungan

Jadi untuk menghasilkan pengelolaan kopi yang berkelanjutan, disarankan untuk memberlakukan sistem agroforestri.  Sistem ini  dapat meningkatkan nilai produksi kopi sekaligus memberikan mutu kopi yang lebih baik, juga akan menjaga ketersediaan air serta mengurangi deforestasi akibat pembukaan kebun kopi yang baru dan memberikan iklim mikro yang lebih baik.

Hangatnya Kopi Gayo

Sahabat Petualang - Kota Takengon adalah persinggahan terakhir tim 7Wonders dalam mengeksplorasi 7 tempat penghasil kopi di Pulau Sumatera. Sepanjang perjalanan ini sudah ada 6 tempat yang kami kunjungi yaitu Liwa (Lampung), Lahat, Pagar Alam, Empat Lawang, Curup –Kepahiang, Mandailing Natal dan sekarang giliran Takengon.

Kami berangkat dari Langsa ketika jam menunjukkan pukul 7 pagi. Banyak agenda yang kami rencanakan makanya perjalanan harus dirancang seefektif mungkin. Supaya tak banyak waktu yang terbuang. Mengingat jarak antara Langsa - Takengon sendiri juga cukup jauh sekitar 334,6 km.

Perjalanan cukup lancar selain lalu lintas tak terlalu padat kondisi jalan raya juga cukup bagus. Sekitar pukul 11 siang kami sudah sampai di Bireuen. Kota yang dulu kerap jadi ajang pertempuran antara GAM dengan aparat keamanan Indonesia. Suasana kota Bireuen dulu jelas jauh berbeda dengan sekarang. Suasananya aman dan damai. Kami pun memutuskan untuk makan siang di sini, mengingat rute dari Bireuen ke Takengon akan sedikit merepotkan jika harus mencari warung makan.

Rute Bireuen – Takengon lebih banyak melewati perbukitan yang jauh dari pemukiman. Di daerah Cot Panglima pemandangannya cukup indah. Meskipun proyek pengerjaan jalan masih belum selesai. Jalan ini mengikis sebagian bukit dan dibuat lebih lebar. Ini penting karena di beberapa bagian terjadi kelongsoran.

Menjelang masuk Takengon, komunitas jip dari Gayo sudah menunggu. Mereka siap mengawal 3 Terios mencicipi trek bukit Oregon. Trek light off-road dengan pemandangan yang indah. Kemampuan Terios lagi-lagi diuji di sini. Kenyamanan dan juga ketangguhan kaki-kaki Terios terbukti andal. Melewati trek tanah berbatu dengan beragam kontur tak ada kendala berarti.

Sampai di ujung terakhir trek Oregon kami menyempatkan berhenti sejenak. Selain menikmati indahnya pemandangan kota Takengon dan Danau Laut Tawar, bersama dengn penyuka 4x4 menyeruput secangkir kopi panas sungguh pengalaman yang tak bisa dilupakan. Lewat secangkir kopi inilah meskipun baru saja bertemu pertemanan dengan komunitas jip di Gayo terasa lebih hangat.



Laboratorium Kopi

Kami memasuki kota Takengon dengan berkonvoi bersamaan saat azan maghrib berkumandang. Bambang, salah satu penggemar 4x4 dari Takengon yang ternyata juga pengusaha kopi Gayo, mengajak mampir ke gudang dan laboratorium kopi miliknya. Usaha yang dijalankan secara kekeluargaan dan berlangsung secara turun menurun ini ternyata berkembang pesat.

Kopi Gayo sendiri merupakan kopi jenis Arabica dengan citarasa yang khas. Hebatnya lagi kopi yang diproduksi Bambang sudah merambah ke Eropa Timur dan juga Amerika. Selain kopi Gayo Blendeed ada juga kopi dari Luwak liar yang sekarang mulai ramai digemari banyak orang.

Cara menikmati kopi luwak ternyata butuh trik khusus agar lebih nikmat. Air yang digunakan harus benar-benar mendidih. Dibutuhkan alat yang bernama ekspresso (berguna untuk menyaring kopi sekaligus menurunkan kadar keasamannya) sehingga kopi tak terasa tajam di perut ketika diminum.

Kami tutup agenda hari ini menikmati makan malam dengan menu ikan asam pedas khas Takengon… Ikannya sendiri diambil dari Danau Laut Tawar di belakang penginapan kami.

Pokoknya Mantaap!

Masih ada beberapa tempat yang akan kami kunjungi di Takengon, mengingat hari sudah malam kami putuskan untuk melanjutkannya besok pagi saja… Kami istirahat dulu yaaa….Ngantuk nih!

 Sumber: http://www.daihatsu.co.id/

Inilah Cara Penentuan Kualitas Citarasa Kopi

Nurul Fajri | The Globe Journal

Banda Aceh- Indonesia, terutama Aceh adalah penghasil ‘Speciality Coffe’ atau kopi dengan kualitas diatas nilai 80 jika diukur dengan angka. Untuk penentuan mutu kopi yang baik, kopi tidak hanya dilihat dari bentuk luarnya yang tidak cacat, tapi juga dinilai berdasarkan aroma dan rasa yang ditimbulkan oleh kopi itu sendiri. Proses penilaian seperti ini disebut dengan uji cita rasa kopi atau coffe cupping.

Dalam acara Aceh Coffe Food and Festival yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, The Globe Journal, Jum’at (2/11) mengunjungi salah satu stand yang akan melakukan penilaian terhadap citarasa kopi. Stand bernama Gayo Cuppers Team merupakan salah satu perkumpulan para penguji cita rasa (cupper) dan para Q-Grader yang berjumlah enam orang.

Ketua Gayo Cuppers Team, Mahdi mengatakan bahwa ada sepuluh komponen yang dipakai untuk menilai kualitas aroma dan rasa kopi tersebut. “Untuk menilai itu kita pakai sepuluh atribut (komponen) yaituFragrance, Flavor, Aftertaste, Acidity, Body, Ballace, Uniformity, Clean cup, Sweetness, dan over all atau penilaian secara keseluruhan,” sebutnya.

Penilaian aftertaste adalah penilaian saat kopi tersebut diminum. Mahdi mengatakan bahwa kopi yang bagus itu adalah kopi yang masih terasa dimulut dalam rentang waktu yang lama. Sedangkan Body itu sendiri adalah penilaian terhadap kekentalan kopi. “Kental disini bukan kental karena perbandingan bubuk kopi dengan air,” ujarnya.

Kopi yang baik, kata Mahdi, adalah kopi yang punya keseimbangan (ballance) yang baik, dimana tidak ada satu faktor yang lebih ditonjolkan dari kopi itu sendiri, seperti keasaman yang terlalu berlebih. “Uniformity itu adalah keseragaman dari sampel. Jika ada lima gelas, maka kelima gelas itu tidak ada rasa yang berbeda,” jelasnya.

Untuk sweetness atau tingkat kemanisan sendiri juga diukur. Kopi arabika tidak bagus jika tidak manis. “Kopi arabika itu terkenal dengan rasa yang manis dan asam,” ujarnya.

Di stand ini, The Globe Journal berkesempatan untuk melihat bagaimana para cupper dan Q-Grader membubuhkan angka untuk mengetahui kualitas dari rasa dan aroma tiap sampel kopi yang ada. Kopi yang akan dinilai kali ini adalah kopi luwak arabika. Standar penilaian kopi yang dipakai di seluruh dunia mengharuskan tiap sampel kopi disajikan dalam lima gelas. Ada empat sampel yang akan di nilai kualitasnya, dan ada 20 gelas yang akan diujicobakan dalam coffe cupping kali ini.

Mula-mula para penilai akan mencium bau bubuk kopi dari tiap sampel yang ada. Ukuran bubuk yang dipakai, ujar Mahdi, tidak boleh terlalu halus. “Ukuran bubuk yang dipakai itu tidak boleh terlalu halus. Jika terlalu halus maka tidak ada yang bisa dirasa dipori-pori lidah. Untuk ini kita menggunakan ukuran mesh 20,” jelasnya.

Setelah proses penilaian aroma (fragrance) dari bubuk kopi itu selesai. Lalu kopi diseduh dengan air dengan panas 93 derajat celcius. Setelah diseduh, kopi tersebut didiamkan selama empat menit. “Kita diamkan dulu dia selama empat menit, biar sari kopi itu keluar,” tuturnya.

Setelah jangka waktu yang telah ditentukan, para cupper dan Q-Grader tersebut kembali membaui aroma kopi dari keempat sampel yang tersedia di meja. Jika tadi mereka membaui bubuk kopi, kini mereka membaui kopi yang telah diseduh dalam keadaan panas. Kemudian, buih yang dihasilkan saat kopi diseduh dipindahkan atau dibuang sebelum kopi tersebut dicicipi.

Proses penyicipan kopi inipun tampak berbeda. Sampel kopi diambil dengan menggunakan sendok kemudian diseruput oleh para cupper, namun tidak ditelan. Sampel yang sudah diseruput tadi langsung dibuang. Nah semakin kuat kopi tersebut diseruput, maka rasanya akan semakin kuat terasa di lidah. Sebelum berpindah ke sampel yang lain, sendok yang digunakan tersebut terlebih dahulu dicuci dengan air dan dilap dengan tisu.

Proses peniaian citarasa kopi ini tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya 20 menit. “Waktu yang diperlukan kurang dari 30 menit. Karna kalau sudah dingin, maka kopi tidak bisa lagi dinilai,” ujarnya.

Kopi Gayo Semakin Diminati di Jerman

Oleh MUHSIN ABDUL GANI (*

MUNGKIN hanya sedikit orang yang tahu bahwa selain terkenal sebagai penggila bir, orang Jerman juga sangat menyukai kopi. Faktanya, jumlah kopi yang diminum masyarakat Jerman melebihi konsumsi bir yang telah menjadi trade mark orang Jerman sebagai peminum bir paling banyak sedunia.

Konsumsi kopi di negara ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Rata-rata 146 liter per kapita per tahun pada 2007, lebih tinggi dari konsumsi air mineral dan suplemen vitamin yang hanya 130,4 liter serta bir yang hanya 116 liter saja. Hal ini menempatkan kopi sebagai minuman paling banyak dikonsumsi di Jerman.

Selain itu, menurut sebuah survei, rata-rata orang Jerman membeli kopi (baik berbentuk bubuk maupun biji) sebanyak 6,1 kg per orang setiap tahunnya.

Kebiasaan minum kopi di Jerman sudah menjadi kebutuhan selain sebagai gaya hidup. Selain itu, budaya minum kopi kian meningkat sebanding dengan aktivitas orang Jerman yang makin tinggi. Karena dikenal sebagai masyarakat dengan mobilitas tinggi, “coffee to go” (kopi dalam gelas plastik berpenutup yang mudah dibawa) semakin populer di sini. Hampir setiap cafĂ© menjual kopi jenis ini dengar harga bervariasi, rata-rata seharga satu euro (sekitar 11.500 rupiah). Menurut sebuah survei, seperempat dari total konsumsi kopi masyarakat Jerman adalah dengan cara seperti ini.

Selain itu, mesin-mesin pembuat kopi juga gampang kita jumpai di setiap stasiun kereta api atau bus di negara ini. Dengan harga yang hampir sama, kita bisa mendapatkan secangkir kopi panas yang siap diminum. Hanya tinggal memasukkan sebuah koin atau selembar uang satu euro saja, selang beberapa detik kemudian, segelas kopi panas akan menemani kita mengusir kedinginan yang terkadang suhunya bisa mencapai belasan derajat Celsius.

Kebiasaan minum kopi masyarakat Jerman yang semakin tinggi juga menyebabkan makin banyaknya jenis kopi yang beredar di negara yang terkenal sebagai produsen mobil mewah ini. Espresso dan caffe crema merupakan dua jenis kopi yang sering diminum orang Jerman. Kopi yang diimpor dari negara tetangga, Italia, ini semakin meningkat konsumsinya setiap tahun. Peningkatan ini ditengarai akibat cara memperoleh kopi jenis ini yang kian mudah berkat adanya mesin-mesin kopi yang umumnya menyediakan espresso dan caffe crema yang bisa kita temui di banyak tempat.

Konsumsi kopi di rumah-rumah juga semakin meningkat di negara ini. Harga mesin pembuat kopi (coffee maker) yang juga kian murah menyebabkan orang semakin mudah untuk menyiapkan kopi. Jika dulu kita harus menggunakan cara manual, yaitu dengan menyeduhnya di dalam gelas, sekarang orang bisa dengan mudah dan cepat membuatnya tanpa perlu menunggu air mendidih.

Dengan hanya sekitar 20 Euro (sekitar 230 ribu rupiah) saja, kita sudah dapat memperoleh alat ini di toko-toko elektronik, walau mesin ini bisa berharga ribuan Euro (belasan juta rupiah) per buahnya. Tinggal memasukkan air, kopi dan gula, jadilah ia segelas kopi manis selang beberapa menit kemudian. Meski demikian, masyarakat juga masih menyukai bentuk kopi yang disuguhkan secara praktis, seperti kopi celup maupun kapsul dan diakui sebagai cara meminum kopi paling populer di Jerman.

Kopi gayo

Dari mana kopi di Jerman ini diperoleh, karena kita tahu Jerman bukan termasuk negara penghasil kopi? Setiap tahun Jerman mengimpor 55.000 ton biji kopi atau senilai dengan 1,5 miliar Euro (sekitar 17,5 triliun rupiah). Sebagian besar impor itu berasal dari beberapa daerah seperti dari Hawaii, Jamaika, termasuk dari Toraja, Indonesia. Beberapa waktu lalu, di sebuah stasiun televisi lokal ditayangkan produksi kopi, termasuk asal kopi yang diolah di Jerman. Kopi dari Sumatra, termasuk kopi gayo dari kawasan Aceh Tengah, juga disebut-sebut dalam tayangan tersebut sebagai kopi berkualitas tinggi dan semakin diminati di Jerman.

Ada beberapa merek kopi yang terkenal di Jerman, seperti Jacob dan Tchibo. Merek Tchibo ini juga merupakan nama dagang bagi warung kopi yang banyak diminati masyarakat Jerman. Selain menjual minuman kopi, cafe yang tersebar hampir di setiap kota di Jerman ini, juga menjual berbagai produk olahan kopi dan biji kopi yang harganya sangat bervariasi, dari hanya beberapa Euro saja hingga puluhan Euro. Selamat menikmati kopi, jika suatu saat Anda tiba di Jerman.


Mahasiswa Doktoral pada Rumah Sakit Universitas Bonn, 
melaporkan dari Jerman, Rubrik Citizen Reporter Serambi Indonesia.
 
http://www.atjehcyber.net

Festival Kopi Dimulai Minggu

TAKENGON - Festival Kopi Internasional yang digelar di dataran tinggi Gayo akan dimulai pada Minggu (11/11) dan berakhir pada Jumat (16/11). Festival tersebut digelar di dua kabupaten, Aceh Tengah dan Bener Meriah dengan tema: “Making Gayo Coffee More Than Speciality Coffee” (Menjadikan kopi Gayo lebih dari kopi spesial).

Para peserta, diantaranya 16 produser kopi dari Aceh Tengah dan Bener Meriah, dua produser dari Mamasa dan Manggarai, Nusa Tenggara Timur.  Sedangkan dalam kegiatan itu, juga diramaikan dengan kehadiraan 16 eksportir kopi dan buyer (pembeli) dari Amerika Serikat.

“Rangkaian kegiatan dalam festival kopi ini, yakni rapat anggota asosiasi produser fair trade Indonesia, seminar , cupping test (uji cita rasa), kunjungan ke kebun petani, serta cupping test di lapangan,” kata Ketua Asosiasi Producers Fair Trade Indonesia (APFTI) Mustawalad dalam siaran pers yang diterima Serambi Jumat (9/11).

Menurut dia, kegiatan tersebut dalam upaya menjaga eksistensi kejayaan kopi Gayo di pasar internasional, memperluas pasar lokal maupun internasional, serta memperkenalkan kearifan masyarakat Gayo dalam mengelola tanaman kopi.

“Karena akan hadir juga produser kopi dari daerah lain, sehingga melalui festival ini, bisa juga sebagai salah satu media untuk saling tukar pengalaman, antara produser dengan eksportir dan importir,” jelasnya. Dia menjelaskan festival kopi internasional ini dilaksanakan oleh APFTI dan didukung oleh Pemkab Aceh Tengah dan Bener Meriah.(c35)

peserta festival
Produser

* Koperasi Tunas Indah
* Koperasi Baitul Qirat Baburayyan (KBQB)
* Permata Gayo
* Kopi Gayo Organik (KKGO)
* Asosiasi Kopi Gayo Organik (ASKOGO)
* Asosiasi Petani Kopi Organik (APKO)
* Serba Usaha (KSU) Arinagata
* Serba Usaha (KSU) Adil Wiladah Mabrur
* Gayo Linge Organic Coffee (GLOC)
* Gayo Mandiri
* Bies Utama
* Sara Ate
* Kopepi Ketiara
* KSU Lembu Nai Manggarai Nusa Tenggara Timur dan
* KSU Petani Kopi Kampoeng Mamasa Sulawesi Barat

eksportir
* PT Brilliant Megah Mandiri
* CV INDO Agro Perdana
* PT Indo Cafco
* PT Ujang Jaya International
* PT Mulyo Kawi Wijoyo
* PT Olam Indonesia
* PT Ihtiyeri Keti Ara
* PT Menacom International
* PT Mandheling Gayo (MANDAGO) Internasional
* CV Arvis Sanada
* CV Aridalta Mandiri
* CV Yudi Putra
* PT Sumatera Arabika Gayo (SAG)
* CV Gayo Mandiri Coffee
* PT Gunung Lintong
* PT Rajawali Artha Agro Sejahtera

Buyer
* Dustin Johnson dari Organic Products Trading Company (OPTCO)
* Jim Munson (Brooklyn Roasting Company)
* Al Liu (Atlas Coffee Importers)
* Jude Toepfer (ICC). (c35)

Editor : hasyim

Mari Cicipi Beragam Kopi di Festival Kopi Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Kopi dari ujung barat sampai timur Indonesia akan tampil di Indonesian Coffee Festival. Festival Kopi Indonesia tersebut akan diselenggarakan pada 15-16 September 2012 di Ubud, Bali.

"Kita tampilkan kopi dari ujung Indonesia, Aceh, sampai Wamena. Kopi Wamena termasuk kopi the best di dunia. Sayang, kita belum berani melakukan branding kopi Indonesia. Kita belum branding 'kopi tubruk' seperti halnya branding 'cappucinno'," tutur Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar saat jumpa pers di Gedung Sapta Pesona Jakarta, Rabu (15/8/2012).

Saat ini, tutur Sapta, Indonesia telah memiliki branding "Kopi Luwak". Menurutnya, kopi luwak begitu terkenal di dunia, salah satunya Korea Selatan. Apalagi di Busan Indonesia Center yang berada di Korea Selatan sengaja didirikan kafe kopi luwak.

"Awalnya kita ragu, karena orang Korea minumnya teh. Ternyata teh bisa kalah dengan kopi luwak. Ada 300 cangkir kopi luwak yang terjual tiap harinya di sana," jelas Sapta.
Selain keunikan cita rasa kopi asal Indonesia yang begitu beragam, daya tarik lainnya adalah teknik pembuatan atau penyeduhan kopi itu sendiri. Sapta memberi contoh cara menikmati kopi Gayo dari Aceh.
"Kopi Gayo bukan hanya kopinya yang terkenal, teknik pembuatannya juga unik. Kopi diseduh dengan cara ditarik-tarik. Alat penyaringnya dulu itu pakai kaus kaki, sekarang sudah tidak," tutur Sapta.

Menurut Sapta, selain bisa mencicipi beragam kopi dari berbagai daerah di Indonesia, pengunjung festival juga bisa melakukan tur ke kebun kopi yang berada di kawasan Gianyar, Bali. Indonesia sendiri kini berada di peringkat ketiga sebagai negara pengekspor kopi terbanyak di dunia.

Editor :
I Made Asdhiana

Kabupaten Bener Meriah Gelar Festival Kopi Gayo




Oleh Basri A. Bakar   
Kabupaten Bener Meriah yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah menggelar Festival Kopi Gayo pada 28 – 29 April 2012 yang dipadukan dengan panen raya, kunjungan ke KP Kopi Gayo yang berada di bawah BPTP Aceh, pameran, seminar, test cupping kopi dan peresmian Institut Agribisnis Tagoria Gayo. Acara tersebut sedianya dihadiri Menko Bidang Perekonomian, Meneg BUMN, Menteri Pariwisata dan Menteri Koperasi dan UKM, namun batal hadir ke tempat acara berskala internasional tersebut. Memberi sambutan atas nama menteri diwakili oleh Deputi Bidang Usaha Jasa, Parikesit Suprapto. 

Dalam sambutannya Parikesit mengatakan potensi kopi sangat besar di masa mendatang, karena banyak orang suka minum kopi. “Kita tidak bisa  berdiri sendiri tanpa sinergi yang bagus, yakni sinergi tripartit antara  pemerintah, masyarakat dan swasta, sehingga harkat kopi Gayo dapat dikenal di tingkat international 
Kegiatan tersebut menurut ketua panitia Razali Hansen adalah untuk mengangkat nama Bener Meriah yang punya cita rasa melalui kopi Gayo. “Kopi Gayo hampir satu abad dikenal, maka saatnya kini kita cetuskan satu abad kopi Gayo tingkat dunia. Kita minta pemerintah untuk mencari solusi terhadap nasib petani nyang masih tetap miskin, padahal kopi Gayo terkenal di luar negri,” ujarnya. Disebutkan, kopi bagi masyarakat Gayo adalah sebagai emas merah dan andalan ekonomi. Sekitar 39.000 ha merupakan kopi rakyat. Saat ini harga kopi Rp 50.000/kg, sehingga dapat menghasilkan sekitar Rp 1,8 triliun/tahun.
Kepala KP Gayo Ir Amir Hamzah hadir dalam acara Festival Kopi Gayo
Kepala KP Gayo Ir Amir Hamzah hadir dalam acara Festival Kopi Gayo







Jamur Akar Putih
Sementara itu Prof Dr Ir Abubakar Karim, MSi dalam seminar berjudul “Revitalisasi Kebun Kopi Rakyat di Dataran Tinggi Gayo” menyarankan perlunya kebun plasmanutfah kopi, guna melestarikan varietas-varietas kopi unggul dataran tinggi Gayo. “Kita sudah berhasil meningkatkan produktivitas rata-rata saat ini 800 kg/ha, langkah ke depan adalah bagaimana kita meningkatkan kualitas produksi dan harga yang menguntungkan petani,” papar Abubakar yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unsyiah. 
Di sisi lain dalam acara diskusi, banyak peserta mengungkapkan serangan penyakit akar kopi di lapangan yang menyebabkan tanaman mati mendadak. Oleh karena itu perlu identifikasi penyebabnya secara pasti, apakah penyakit jamur atau nematoda. Menurut pemakalah lain Hartati Oktarina, SP, MSc cara mengatasinya antara lain membiarkan tanah tanpa ditanami selama 6-9 bulan (nematoda), rotasi tanaman dan pemanfaatan limbah kakao yang dicampur dengan trichoderma sebagai kompos. Selain itu dapat dilakukan pencegahan dengan menggunakan jamur Trichoderma virens karena menghasilkan enzim dan toksin berupa ethanol yang dapat menghancurkan hifa. Basri AB